INFO TERKINI
Rabu, 29 Februari 2012
Wisata Bali Timur
Jika Anda ingin mencari senang di Pulau Dewata, datang saja ke Bali
bagian selatan. Di sana ada ingar-bingar Kuta, Legian, hingga pusat
Kota Denpasar. Namun, apabila ketenangan yang Anda inginkan, pergilah ke
Bali bagian timur. Mulai dari tempat peristirahatan, obyek wisata
bernuansa spiritual dan sejarah, hingga aktivitas wisata bahari tersaji
di depan mata. Sudah sedemikian lama Bali bagian timur dan utara berada
di bawah bayang-bayang Bali bagian selatan, maupun kawasan wisata lain di Bali, seperti Ubud dan Kintamani, di Bali bagian tengah.Padahal, Bali bagian timur punya sejumlah kawasan wisata
yang tidak saja elok panoramanya, tetapi juga punya cerita yang tak
kalah dibandingkan dengan kawasan wisata lain yang lebih mendunia,
seperti Pantai Kuta, Pura Tanah Lot, dan Pura Uluwatu. Di sana antara
lain ada Pura Besakih, yang merupakan pura terbesar di Bali, serta tiga
istana air (Tirta Gangga, Jungutan, dan Taman Ujung) yang kental dengan
nuansa sejarah, berupa taman dan bangunan di atas air yang dibangun oleh
Raja Karangasem, Anak Agung Anglurah Ketut, sekitar tahun 1919. Meski
harus diakui panoramanya tidak seelok Kuta dan Nusa Dua yang termasyhur
karena bibir pantainya yang panjang dan berpasir putih, kawasan
Candidasa, sebuah kawasan wisata di Manggis, Karangasem, dengan 300
kamar hotel kelas bintang dan 400 kamar hotel kelas melati, akan
menyuguhi wisatawan yang menginap di sana pemandangan lautan di Selat
Lombok yang khas. Perairan di sekitar gugusan itu menjadi pusat kegiatan
wisata bahari, tentu saja dilengkapi kawasan yang sudah lebih dulu
dikenal, yakni Amed dan Tulamben, dua kawasan di ujung timur Pulau Bali.
Bupati Karangasem I Wayan Geredek, kepada Kompas di kawasan wisata
Candidasa, sehari setelah hari raya Nyepi 2008, mengakui selama ini
Karangasem belum dikenal oleh wisatawan domestik ataupun mancanegara.
Bahkan, daerah di ujung timur Bali itu seperti terlupakan dalam promosi
pariwisata Bali maupun nasional. ”Lihat saja tanda penunjuk jalan atau
area wisata, daerah di Bali bagian timur tidak pernah tercantum di
sana,” kata Geredek melukiskan daerahnya. Data Badan Pariwisata Bali
tahun 2007 mencatat, tingkat hunian hotel di kawasan Candidasa baru
sekitar 50 persen, jauh di bawah kawasan lain di Bali yang bisa mencapai
90 persen sepanjang tahun.elabuhan kapal pesiar Salah satu momentum
yang tengah ditunggu pemerintah kabupaten dan pelaku pariwisata di
Karangasem untuk mengoptimalkan kepariwisataan di sana adalah
pembangunan pelabuhan kapal pesiar bertaraf internasional yang
diharapkan selesai semester pertama tahun 2009. Pelabuhan itu terletak
di Labuhan Amuk, Manggis, sekitar 5 kilometer arah barat kawasan
Candidasa. Kawasan itu bersebelahan dengan pelabuhan penyeberangan
Padangbai. Menurut Geredek, pelabuhan itu kelak diharapkan dapat secara
nyata mengangkat dunia pariwisata Bali bagian timur
|
Selamat Datang Di Tuk-Tuk Siadong
Nggak Sengaja Ketemu Museum Simalungun
Museum Simalungun, ini adalah salah satu objek yang nggak sengaja saya datangi saat berada di Pematang Siantar. Museum ini nggak ada di daftar itinerary saya. Lucunya, saat saya jalan kaki dari Vihara Avalokitesvara melintasi Jalan Jenderal Sudirman menuju ke arah pusat kota, saya malah ketemu dengan Museum Simalungun. Letaknya mudah dijangkau karena berada di tengah kota. Bangunannya diapit oleh dua bangunan besar yaitu Gereja GKPS Sudirman dan Kantor Polres Sudirman. Nggak perlu berpikir panjang dong saya langsung mampir.
Bangunan Museum Simalungun yang terletak di Kota Pematang Siantar ini berbentuk rumah adat yang sangat menarik. Namun jangan dikira bentuknya seperti Rumah Bolon (rumah adat Sumatera Utara) yang banyak di temui di sekitaran Pulau Samosir. Bentuknya sangat berbeda dengan Rumah Bolon. Mungkin bentuk bangunan seperti ini adalah ciri khas bangunan asal Simalungun. Hal yang paling membedakan adalah bentuk atapnya. Sedangkan untuk fungsi bangunannya sepertinya sama saja, berupa rumah panggung yang ruang utamanya ada di lantai dua. Selain pada atap, ornamen-ornamen yang menghiasi bangunan rumah adat ini juga sudah sangat berbeda. Namun warna merah, putih, dan hitam masih sangat mendominasi.
Belum Bisa Menyaksikan Pertunjukan Patung Menari Sigale-Gale
Hanya selemparan batu dari Makam Raja Sidabutar ke arah luar terdapat objek lainnya yaitu Patung Sigale-Gale. Kalau Anda dari arah Pelabuhan Tomok urutan objeknya adalah Patung Sigale-Gale, Makam Raja Sidabutar, dan yang terakhir adalah Museum Batak. Karena Museum Batak saya kunjungi terlebih dahulu jadi urutannya terbalik. Hehe.. Patung Sigale-Gale terdapat persis di depan rumah adat Bolon. Di rumah tersebut terdapat tulisan pemiliknya yaitu T. Sidabutar. Apakah masih keturunan Raja Sidabutar? Nggak tau deh, mungkin iya. Menurut info, yang disebut rumah Bolon itu adalah rumah adat yang berukuran cukup besar dan biasanya dihuni oleh para raja dan keluarganya. Sementara rumah yang lebih kecil disebut Siamporik yang dihuni oleh para bangsawan. Kalau dilihat dari bentuk sepertinya memang nggak ada bedanya sih.
Nah, kalau patung Sigale-Gale adalah nama sebuah boneka dari kayu yang bisa menari. Agak penasaran juga ya, mana ada yang namanya patung bisa menari. Awalnya saya kira patung tersebut bisa menari karena ada hal yang mistis. Ternyata patung ini bisa bergerak dan menari karena digerakkan secara mekanis oleh manusia. Saat melakukan tarian, Sigale-Gale diiringi oleh alunan musik khas Batak Toba yaitu Gondang Mula-Mula, Gondang Somba, dan Gondang Mangaliat.
semua yang saya tulis disini, dibuat
berdasarkan pengalaman & pendapat pribadi saya, yang mungkin beda
kejadian/ selera dengan kalian
Home » Makam Raja Sidabutar ke-3, Batu Gajah, Batu Duduk (Tomok / Pulau Samosir); Cantik Namun Mengenaskan
Makam Raja Sidabutar ke-3, Batu Gajah, Batu Duduk (Tomok / Pulau Samosir); Cantik Namun Mengenaskan
Museum Batak Tak Bertuan Di Desa Tomok
Sore
itu, ketika saya berdiri di tengah-tengah huta (kampung) Siallagan.
Rasanya seperti terjebak di suatu masa yang jarum jamnya tidak bergerak
sama sekali. Berdiri dibawah pohon Habonaran, diantara batu kursi tempat
persidangan, berlatar ruang tahanan yang ada di bawah tangga rumah
raja. Lalu lamat-lamat saya seperti mendengar Raja Siallagan dan para
tetua desa yang mengadakan sidang di batu sidang itu. Lalu keputusan
ditetapkan, tahanan dilepaskan dari pasungan dan dituntun menuju tempat
eksekusi yang ada di kampung bagian belakang. Dan disanalah kisah ini
bermula..
rumah-adat.jpg
Komentar
huta-siallagan.jpg
rumah-bolon.jpg
Komentar
ulos.jpg
Komentar
guardian.jpg
rumah-raja.jpg
tahanan.jpg
pendeta.jpg
batu-kursi-depan-rumah-raja.jpg
hau habonaran.jpg
batu-kursi.jpg
1 Komentar
rumah Adat.jpg
penjaga.jpg
filosofi-cicak-dan-susu-ibu.jpg
Komentar
tongkat-kitab-dan-kalender.jpg
contoh.jpg
meja-sidang.jpg
selamat-datang.jpg
Sigale-Gale Boneka Mistik Yang Pintar Menari
Sigale-Gale (Tomok / Pulau Samosir); Boneka Mistik Yang Pintar Menari
Sigale-Gale merupakan salah satu
kebudayaan Batak Toba yang dibanggakan. Boneka gerak ini menyimpan
suatu cerita mistis yang mengagumkan. Dahulu, ada seorang raja, yang
memiliki anak bernama Manggale. Dalam sebuah peperangan, Manggale tewas.
Sang raja pun menjadi sangat sedih, hingga akhirnya jatuh sakit.
Penasihat kerajaan lalu mencari tabib di
seluruh negeri. Seorang tabib mengatakan bahwa raja sakit rindu. Dan
untuk mengobatinya sang tabib mengusulkan kepada penasehat kerajaan
untuk dibuat suatu upacara di kerajaan itu dan memahat sebuah kayu
menyerupai wajah Manggale.
Dalam upacara itu, sang tabib memanggil
roh Manggale dan rohnya dimasukkan ke dalam kayu yang dipahat menyerupai
wajahnya, kemudian boneka Manggale itu manortor (menari-red) dengan
iringan khas musik Batak Toba, yaitu Sordam dan Gondang Sabangunan.
“Patung yang sudah dirasuki Manggale itu
menari selama tujuh hari tujuh malam, tetapi pada hari ke delapan
patung itu berhenti menari,” tutur J. Sidabutar, pemandu pertunjukkan
Sigale-Gale di daerah Tomok, Pulau Samosir, Sumatera Utara. Dan boneka
Manggale yang berhenti manortor itu disebut dengan Sigale-Gale.
Sampai saat ini, Sigale-Gale masih ada
di Pulau Samosir, Sumatera Utara dan masih sering dimainkan dengan
menggunakan playback musik. Sigale-Gale ini, menjadi salah satu ikon
kebudayaan Sumatera Utara yang masih menarik perhatian pengunjung baik
dari lokal maupun internasional.
Di Pulau Samosir, Sigale-Gale ini masih
dapat dinikmati pertunjukkannya dengan tarif seiklasnya. Pengunjung
juga bisa berfoto dengan Sigale-Gale ini dengan ulos yang disediakan
oleh pemilik Sigale-Gale dengan menggunakan kamera pribadi pengunjung.
Makam Raja Sidabutar, yang Terletak di TOMOK Samosir
Di Desa Tomok, ada satu kuburan yang terkenal yang sudah biasa banget jadi objek wisata. Kuburan ini adalah Makam Raja Sidabutar, Raja penguasa Tomok. Walaupun bergelar raja, namun kekuasaannya tidaklah mutlak dan absolut yach. Raja disini bisa disamakan dengan kepala desa yang juga berfungsi sebagai kepala adat. Agak susah menemukan kisah Raja Sidabutar ini di belantara internet, namun kalau anda tertarik akan kisahnya, anda bisa minta dipandu oleh pemandu wisata yang biasanya akan menawarakan diri begitu anda tiba di kompleks Makam Raja Sidabutar ini. Penjelasan singkat yang bisa anda temukan di internet adalah Raja Sidabutar adalah orang yang pertama kali menginjakkan kaki di Tomok. Hmmm... berarti sebelum sampai di Tomok, Raja Sidabutar ini sudah melalui Onan Runggu atau Simanindo donk? Logikanya begitu nggak sich? Kan Orang Batak Toba aslinya berasal dari Gunung Pusuk Buhit, wilayah Sianjur Mula-Mula di barat Samosir, khan? Disebut-sebut pula, Raja Sidabutar yang pertama masih menganut Malim, agama tradisional masyarakat Batak yang kini masih dianut oleh sejumlah kalangan di Tano batak ini dengan pusatnya di Laguboti, Toba Samosir. Hmmm...kalau peristiwa ini sudah lama sekali, mungkin maksudnya bukan Malim tapi Pelebegu kali yach? Karena dikisahkan bahwa ini adalah agama tradisional orang Batak sebelum Kristenisasi terjadi. Mau tahu yang mana makamnya? Lihat saja makam yang masih berupa sarkofagus, biasanya terbuat dari batu utuh tanpa sambungan dan memiliki ukir-ukiran pada tutupnya. Makam Raja Sidabutar adalah makam terbesar yang ada di kompleks ini, lengkap dengan ukiran dan bukan yang berbentuk Ruma Bolon. Mengagumkan yach membayangkan orang jaman dahulu mampu mengukir batu sebesar itu menjadi makam, lengkap dengan ukiran yang konon katanya ukirannya ini mengikuti wajah sang almarhum. Semakin modern makam, anda akan melihat bentuknya lebih sederhana dan memiliki tanda salib apabila telah memeluk agama Nasrani. Makam yang lebih berusia tua biasanya terbuat dari bebatuan, mirip dengan batuan andesit pada lahan vulkanis. Selain Raja Sidabutar dan keturunannya, konon disini juga disemayamkan salah seorang ajudan setia sang Raja yang berasal dari Aceh loch.
Kompleks makam ini tertata dengan rapih, bahkan memiliki semacam tangga masuk dan beranda untuk menerima tamu. Warna merah, hitam dan putih mewarnai hampir seluruh bagian dari kompleks makam, mulai dari warna ukir-ukiran hingga kain yang menutupi bagian atas makam-makam ini. Ya, ketiga warna ini adalah warna suci masyarakat Batak. Unik dan serunya, setiap wisatawan yang hendak memasuki kompleks makam ini diwajibkan untuk mengenakan Ulos baik pria maupun wanita. Cara mengenakannya adalah dengan menyilangkannya di salah satu pundak dan dijuntaikan ke bawah. Agak berbeda dengan Uluwatu di Bali, celana yang memperlihatkan lutut wajib ditutup oleh kain ungu bertali kuning tersebut. Di Tomok, Ulos wajib dikenakan namun tidak ada batasan minimal untuk pakaian wisatawan. Yah, sesopannya saja lah. Nggak mungkin banget donk ke makam trus pakai bikini two pieces? Mau dagang? Hahahaha. Ulos-ulos ini dipinjamkan dengan gratis-tis-tis-tis. Akan sangat diharapkan bahwa anda menyewa pemandu untuk menceritakan sejarah Raja Sidabutar ini. Tempat untuk mendengarkan sejarah ini pun sudah tertata rapih dan berkanopi koq. Nyaman dan santai. Di pintu keluar (tepat di seberang pintu masuk), ada petugas yang bertugas mengumpulkan Ulos pinjaman sembari menghimbau agar para wisatawan mendonasikan beberapa untuk kelestarian dan perawatan Makam Raja Sidabutar ini. Oh ya, di tengah kompleks ada pohon besar yang sudah ditebang dan hanya tinggal pangkalnya saja. Tahun 2007 saat saya berkunjung ke kompleks makam ini, pohon tersebut sudah seperti itu. Dilihat dari diameternya, mungkin ini bekas Pohon Hariara kali yach? Pohon Hariara (beringin) itu pohon suci masyarakat Batak yang biasanya ditanam di tengah-tengah Huta (kampung). Kompleks makam yang tidak begitu luas ini pun dapat dengan mudah anda selesaikan sebelum berkunjung ke lokasi wisata berikutnya.
Singgah Sejenak Di Makam Raja Matio Sidabutar Tomok
Indahnya Bali Bagian Selatan
Hari
ini adalah hari terahir saya di bali,sebelum ahirnya besok siang saya
harus kembali pulang ke karawang. Hari ini saya berencana untuk
mengexsplorasi bali bagian selatan yang terkenal dengan pantai dan
ombaknya yang indah.
Pagi-pagi setelah selesai sarapan,saya menyempatkan diri mengganti beberapa sperpart motor yang rusak di bengkel yang letaknya tak terlalu jauh dari kosanya bang toni. Selesai mengganti beberapa komponen yang rusak,saya kembali ke kuta dan memperlihatkan motor yang sudah saya perbaiki ke orang yang menyewakan motor. Setelah tak ada komplen dari orang yang punya motor,saya kembali melanjutkan perjalanan menuju uluwatu yang akan menjadi tujuan ahir perjalanan saya hari ini. Dari kuta saya harus menempuh jarak sekitar 21 Km untuk sampai di uluwatu,tapi karena saya akan menikmati senja di sana, jadi saya putuskan untuk menyinggahi objek wisata lain terlebih dahulu di sepanjang jalan menuju uluwatu.
Pagi-pagi setelah selesai sarapan,saya menyempatkan diri mengganti beberapa sperpart motor yang rusak di bengkel yang letaknya tak terlalu jauh dari kosanya bang toni. Selesai mengganti beberapa komponen yang rusak,saya kembali ke kuta dan memperlihatkan motor yang sudah saya perbaiki ke orang yang menyewakan motor. Setelah tak ada komplen dari orang yang punya motor,saya kembali melanjutkan perjalanan menuju uluwatu yang akan menjadi tujuan ahir perjalanan saya hari ini. Dari kuta saya harus menempuh jarak sekitar 21 Km untuk sampai di uluwatu,tapi karena saya akan menikmati senja di sana, jadi saya putuskan untuk menyinggahi objek wisata lain terlebih dahulu di sepanjang jalan menuju uluwatu.
Pilihan
pertama saya jatuh pada pantai dremland yang terletak di daerah pecatu
(saya senghaja tidak memasukan pantai nusa dua pada exsplorasi kali
ini,karena pantai nusa dua sudah saya kunjungi saat hari pertama saya
menginjakan kaki di bali).Dari kuta saya mengambil arah menuju uluwatu
mengikut petunjuk arah yang banyak tertera di marga jalan. Ternyata
daerah selatan bali itu berupa perbukitan,hal ini terlihat dari jalur
menanjak yang harus saya tempuh setelah keluar dari jalan bay pass
ngurah rai. Setelah melaju sekitar 30 menit,saya bertemu dengan jalan
yang merupakan pintu masuk menuju Garuda Wisnu Kencana (GWK). Namun saya
tidak berencana masuk, karena mengngingat harga tiket masuknya yang
cukup mahal (25k / orang). Sekitar 15 menit setelah melewati pintu
masuk GWK,saya melihat ada sebuah pintu masuk menuju kompleks perumahan
mewah yang letaknya di sebelah kanan jalan (namanya pecatu resort,
kalo gak salah). Nah inilah pintu masuk menuju pantai dremland,seperti
lajimnya sebuah perumahan. Di gerbang masuk terdapat beberapa security
yang berjaga,tapi jangan khawatir,karena motor bisa melenggang bebas
tanpa ada pemerikasaan dari security (yang di periksa hanya mobil saja).
Sesampainya di dalam,terdapat jajaran bangunan mewah di kompleks
perumahan ini,di sini tak ada petunjuk jalan yang jelas untuk sampai di
pantai dremland. Saya hanya mengikuti beberapa bule yang membawa papan
selancar di motornya,dan saya tahu mereka pasti akan ke pantai dremland
juga. Sesampainya di parkiran,saya di pungut bayaran sebesar 5k untuk
biyaya masuk dan parkir (tapi tentu saja ini bukan pungutan resmi,karena
tak menggunakan karcis dan yang memunguti adalah para satpam di situ).
Dari
parkiran,saya harus masih berjalan sekitar 200m sebelum ahirnya sampai
di pantai. Sesampainya di pantai saya di suguhkan pemandangan yang luar
biasa cantik. Laut dan langit yang biru,batukarang yang menjulang
tinggi,dan suasanan yang begitu sepi di pantai ini. Saat itu hanya ada
sekitar 10 orang saja pengunjung di pantai ini(mungkin karena masih
pagi,karena saya tiba di sini sekitar pukul 10 pagi). Saya merasa
seperti pemilik pantai ini,karena beberapa wisatawan hanya berdiam diri
di kursi malas yang memeng banyak tersedia di pingir pantai,meski ada
juga yang sedang berenang. Saya mulai menyusuri pantai ke sebelah
kiri,di sini terdapat tebing karang tinggi yang menjadi sebuah pembatas
pantai. Setelah puas meliahat-lihat pantai di sebelah kiri,saya
langkahkan kaki menyusuri pantai ke arah sebaliknya. Melewati bangunan
utama berupa restoran dan pos penjaga pantai. Saya berjalan terus
menyusuri pantai ini sampai ahirnya kaki saya terhenti ,karena saya
berjalan sudah cukup jauh dari pos penjaga pantai dan karena agak ngeri
juga takut kalau-kalau terjadi apa-apa, mengingat pantai di sebelah
sini sangat sepi (gak lucu dong kalau saya mati ke seret ombak yang
tiba-tiba gede,dan tak ada orang yang nyelametin saya. Di tambah lagi
saya gak jago renang,hahah *serem banget kan pikiran saya). Jadi saya
putuskan berhenti sampai sini saja.
Pantai Dremland |
Sambil duduk-duduk menikmati ke
indahan pantai ini,mata saya terus melihat ke segala penjuru pantai.
Dan saya melihat beberapa batu karang dan bangunan pondasi yang hancur
bekas terjangan ombak. Di salah satu sudut terdapat tulisan “dilarang
mendirikan bangunan di sini”. Sepertinya jika air laut sedang pasang dan
ombak tinggi,pantai ini menghilang tertelan air laut. Hal ini bisa
terlihat dari pondasi bangunan yang hancur berserakan di belakang saya (
saat saya ke sini,jarak pondasi bangunan dengan bibir pantai sekitar 5
meter). Setelah puas berkeliling pantai ahirnya saya putuskan untuk
menyudahi kunjungan saya di sini,awalnya ingin mencoba untuk berenang di
sini. Namun karena tak membawa baju ganti jadi saya mengurungkan niat
itu. Di tambah lagi saya ogah jika harus mengeluarkan kocek 10k cuma
untuk bilas (gila mahal bener kan). Dari parkiran, saya arahkan kembali
motor menuju jalan uluwatu dan keluar dari komplek pemukiman ini. Tujuan
saya berikutnya adalah pantai padang-padang,berbekal informasi yang
saya dapat saat bertanya pada seorang ibu penjual minuman di parkiran
tadi. Saya pun mulai menyusuri kembali jalan uluwatu sampai ahirnya
saya bertemu dengan sebuah persimpangan jalan yang bertuliskan Labuhan
Sait di papan petunjuk arahnya. Saya arahkan laju motor saya menuju
labuhan sait,karena memang ini lah jalan yang menuju pantai
padang-padang. Sebelum sampai pantai padang-padang,saya sempat melewati
pantai lain (lupa namanya). Dan setelah berkendara sekitar 30
menit,sampailah saya di parkiran pantai padang-padang.
lorong untuk sampai di pantai padang-padang |
Untuk mencapai pantai
ini, saya harus turun ke bawah meniti beberapa puluh anak tangga dan
melewati lorong sempit yang terbentuk dari dua buah batu karang yang
berhimpitan(saking kecilnya lorong,kita harus bergantian/mengalah jika
ada orang yang akan naik). Sebenarnya buat saya pantai ini biasa
saja,karena hanya berupa sebuah teluk kecil yang di kelilingi bebatuan
karang. Tapi bagi para surfer,ini merupakan pantai favorit karena
memiliki ombak yang bagus. Saat saya tiba di pantai ini,suasananya sudah
sangat ramai dengan bule-bule yang berjemur. Sejauh mata memandang,
saya hanya melihat bule-bule yang sedang berbaring menikmati sinar
matahari. Sangat sedikit sekali wisatawan lokal di sini,jumlahnya bisa
di hitung dengan jari. Dan tak kalah mengejutkan (padahal menyenangkan)
adalah,banyak cewe - cewe bule yang hanya mengenakan celanan dalam saja
saat berjemur ataupun berenang (alhamdulilah,,eh astagfiruwloh,,haha).
pantai padang-padang |
Cukup lama saya berdiam diri di sini melihat cewe cewe bugil
orang-orang yang sedang bermain surfing. Namun sayang, karena ombak
yang sudah sekitar 2 minggu ini kurang bagus (berdasar penuturan salah
satu penjual minuman),membuat para pemain selancar harus puas dengan
ombak kecil sehingga.
Dari
pantai padang-padang,saya kembali melanjutkan perjalanan menyusuri
jalan labuhan sait sampai ahirnya saya tiba di blue poin. Dengan
membayar tiket masuk + biayaya parkir 3k,saya sudah bisa masuk dan
menikmati pantai ini. Dari parkiran saya berjalan menyusuri cafe-cafe
yang di bangun di bebatuan karang dan menuruni puluhan anak tangga.
Sepertinya tidak tepat jika saya menyebut blue poin ini sebagai
pantai,karena sama sekali tak ada pantai disini. Tempat ini berupa
bongkahan-bongkahan karang yang berbatasan dengan laut yang di jejali
berbagai bangunan. Namun demikian, kita bisa juga turun sampai bawah
karang untuk sekedar merasakan cipratan ombak dan menginjak pasir putih.
Melewati celah-celah karang yang sudah di beri anak tangga.Tempat ini
di penuhi wisatawan asing yang bermain surfing, ada juga turis yang
hanya sekedar bersantai di cafe-cafe sembari melihat para pemain
surfing.
Blue Poin |
Siapkan tenaga yang
cukup untuk menjelajah tempat ini,karena butuh tenaga ekstra untuk
meniti puluhan anak tangga yang jaraknya cukup tinggi.Dari blue
poin,kembali saya arahkan laju motor saya menuju pantai padang-padang
sampai ahirnya saya sampai di pertigaan jalan yang tadi saya lewati. Dan
dari sini saya kembali arahkan motor saya menuju uluwatu. Ohya ada hal
yang menarik di pantai padang-padang,pantai ini dapat terlihat jelas
dari atas sebuah jembatan jalan raya yang menuju blue poin.Sekitar pukul
14:30 saya sudah sampai di uluwatu.
Uluwatu |
Sebelum sampai, saya
sempatkan dulu makan di warung pingir jalan yang berada di sekitaran
jalan uluwatu. Masuk objek wisata uluwatu saya harus membayar 4k sudah
termasuk parkir. Dari parkiran,sudah banyak monyet-monyet yang
berkeliaran dan meminta makanan dari para pengunjung. Sebelum masuk
kawasan pura,saya terlebih dahulu harus menggunakan kain(berbentuk tali)
warna kuning yang di ikatkan di pinggang,dan jika celana pengunjung
terlalu pendek,biasanya akan di suruh memakai kain yang agak lebar
berwarna ungu yang juga di ikatkan ke pinggang membentuk seperti sarung,
kain-kain ini di pinjamkan secara gratis.Dari pintu gerbang,saya dan
beberapa pengunjung lainya mulai menyusuri jalanan yang sudah di beton,
sisi kiri dan kanan jalan berupa semak belukar. Bagi pengunjung yang
ingin memberi makan monyet-monyet ini juga bisa,kita tinggal membeli
saja beberapa pisang yang di jual di tempat peminjaman kain. Sore
itu,banyak wisatawan yang sedang berkumpul di sekitaran pura sambil
menyaksikan tingkah monyet-monyet yang lucu . Meski
saya sangat takut monyet,namun saya mencoba memberanikan diri mendekati
pura. Berbekal dua wisatawan asing dan guide yang sedang memandu
mereka,saya mencoba mendekati pura dengan mengikuti mereka dari
belakang (lumayan lah, gratis dan bebas dari ganguan monyet,haha).
Monyet yang ada di pura ini banyak sekali dengan berbagai usia,dari yang
masih bayi sampai monyet yang udah tua banget (nah yang ini serem
banget mukanya). Belum terlalu lama saya di sana,tiba-tiba terdengar
suara teriakan kaget dari seorang nenek warga negara korea (sepertinya)
yang sendalnya di ambil monyet (padahal sendalnya lagi di pake,tapi di
rebut sama monyet). Tapi tenang,setelah itu ada sang pahlawan(penjaga
pura/pawang monyet/entahlah) yang menyelamatkan sendal si nenek
tadi,tapi tentu saja tidak gratis. Sang pawang itu memberi moyet
sebungkus anggur dan menukarnya dengan sendal itu dan si nenek harus
memberi beberapa ribu pada pawang itu untuk biyaya anggur yang di
berikan pada monyet. Banyak orang yang menilai hal ini adalah ulah
pawang monyet yang senghaja melatih monyet-monyet di sini untuk
mengambil barang-barang milik pengunjung,sehingga pengunjung harus
membayar sejumlah uang ke pawang tersebut jika ingin barangnya kembali.
Tapi saya tak tau itu benar atau tidak,silahkan anda nilai sendiri. Yang
jelas saat berkunjung ke uluwatu,pastikan anda tidak menggunakan kaca
mata,perhiasan,topi,bando atau apapun itu yang mudah di ambil oleh
monyet. Dan pastikan barang-barang yang anda bawa selalu dalam
pengawasan.
pura Uluwatu |
Pura uluwatu ini tidak
lebih bagus jika di bandingkan dengan pura tanah lot/pura yang
lainya, yang membuatnya istimewa adalah karena lataknya yang di atas
tebing yang langsung berbatasan dengan samudra hindia. Dari pura ini,
saya berjalan ke arah kiri menyusuri pinggir tebing yang sudah di beri
pagar pembatas.
Saya
terus berjalan melewati bangunan yang di gunakan untuk pertunjukan tari
kecak,sampai di ujung tebing saya bertemu dengan sebuah warung penjual
minuman yang di jaga ibu-ibu yang sedang sibuk membuat kerajinan tangan
berupa gelang dari manik-manik. Saya cukup lama berdiam di sini sambil
mengobrol dengan ibu yang ramah ini (gak tau namanya). Di sini saya baru
berani mengeluarkan tripot saya untuk sekedar berfoto dengan background
tebing dan laut, karena di sini tidak ada monyet. Saat hari semakin
sore saya kembali berjalan ke arah pura untuk menikmati sunset di ujung
tebing yang satunya,saat saya melewati bangunan pertunjukan tari
kecak,rupanya sedang berlangsung pertunjukan tarian kecaknya. Tapi untuk
menyaksikan pertunjukan ini,kita harus membayar sekitar 75k/
orang,tentu saja saya ogah mengeluarkan 75k untuk menyaksikan
pertunjukan tersebut,,haha.
Setelah
sampai pura,kembali saya menyusuri pinggiran tebing ke arah kanan
(menuju arah pintu masuk/keluar ) yang juga sudah di pagari pagar
beton.Sesampainya di ujung tebing,saya di sambut dengan puluhan monyet
yang juga lagi nunggu sunset kayaknya,haha. Tapi untunglah di sini
banyak juga wisatawan lain dan beberapa guid yang memandu mereka.
Semakin lama,matahari semakin condong dan langit semakin merona jingga.
Dari atas tebing saya dapat menyaksikan beberapa buah kapal nelayan
yang sepertinya akan melaut. Tak hanya itu,saya juga melihat beberapa
lumba-lumba yang melompat-lompat seolah tahu sedang di perhatikan.
Matahari semakin turun,kilat lampu kamera terus bergantian bersinar
dari beberapa wisatawan,tak terkecuali saya. Namun monyet-monyet yang
bertengkar/ monyet-monyet yang mengganggu pengunjung di sini membuat
saya tak terlalu khusuk menikmati senja di sini (bawaannya was-was
terus,haha).
Ke esokan harinya,sekitar pukul 10 pagi saya berpamitan dengan bang toni,karena saya akan pulang. Ahirnya,,setelah backpacking selama 2 minggu,menjelajah bali dan lombok saya pulang juga,hehe. Dari denpasar saya menuju kuta untuk mengembalikan motor sewaan. Dari kuta saya menuju bandara I Gusti Ngurahray Bali dengan menggunakan jasa ojek dengan tarif 20k. Dan sekitar pukul 14 ,pesawat yang saya tumpangi take off meninggalkan pulau dewata. Semoga suatu saat bisa menginjakan kaki kembali ke pulau ini,,,Amin.
#terimakasih banyak buat bang toni yang sudah menampung saya selama di bali, dan terimakasih juga buat mas rizky yang sudah menjemput saya di bandara dan mengajak berkeliling nusa dua. Ke baikan kalian ber dua akan saya ingat selalu. :)
Langganan:
Postingan (Atom)
www.trimo-situmorang.blogspot.com | |
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
?xml>